Landasan Eksistensi Ilmu

1. Ontologi (hakikat apa yang dikaji)

Ontologi membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat kongkrit secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni
realisme, naturalsime dan empirisme. Secara ontologis, objek dibahas dari
keberadaannya, apakah ia materi atau bukan, guna membentuk konsep tentang alam
nyata (universal ataupun spesifik).

Ontologi ilmu
meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi Filsafat tentang
apa dan bagai­mana (yang) “Ada”. Persoalan yang didalami oleh ontologi ilmu
misalnya apakah objek yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki objek
tersebut? Bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa dan mengindra) yang membuahkan pengetahuan? Pemahaman
ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda
yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan ke­yakinannya mengenai apa dan
bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.

2.
Epistemologi (filsafat ilmu)

Epistemologi adalah pengetahuan sistematik
mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sum-ber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode
atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).

Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan
dalam menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang
benar. Akal, akal budi,
pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan
sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal
model‑model epistemologik seperti rasionalisme, empirisme, rasionalisme kritis,
positivisme, feno­menologi dan sebagainya. Epistemologi juga membahas bagaimana
menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik be­serta tolok
ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori ko­herensi, korespondesi
pragmatis, dan teori intersubjektif.

Pengetahuan merupakan daerah persinggungan
antara benar dan diperca-ya. Pengetahuan
bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui pengalaman secara tidak sengaja
yang bersifat sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan
pengulangan, cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan
yang tidak teruji.

Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan
analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar
yang logis. Sarana berpikir ilmiah
adalah bahasa, matematika dan statistika.
Metode ilmiah mengga-bungkan cara berpikir deduktif dan induktif
sehingga menjadi jembatan penghu-bung antara penjelasan teoritis dengan
pembuktian yang dilakukan secara empiris.
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai
dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis
(atau ju-ga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau
tidak.

Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian
artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui
kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi
kehidupan manusia.

Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran
suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun
pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran
mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah.
Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena
penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu
pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.

3. Aksiologi ilmu (nilai kegunaan ilmu)

Meliputi nilai‑nilai kegunaan yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke­nyataan yang
dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib
dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu.